321°

4.1418-321°
bukankah mimpi selalu kita simpan dalam hidup?
barangkali, seperti rumah kecil beserta kucing-kucing yang bermain di halamannya?

waktu, merangkai sekujur tubuhmu yang berupa puisi.
ruang, menganyam ketidak-mungkinan yang memungkinkan.
sedang aku, menaruh jemarimu dalam sela jemariku.
aku ingin mengajakmu berlari,
menempuh selama-lamanya waktu,
menerjang sepanjang-panjangnya ruang.

di dalam masa lalu yang membeku,
harapan itu tetap hangat.
merebah di bawah terik yang wangi.
bersemayam bersama mendung yang semerbak.

kutunggui perjalananmu mengarungi tidur.
kujagai semalaman dari duka dan luka.
kualpakan dinginnya kotaku.
kuseka air matamu yang deras.

kau, istimewa untuk isak tangis yang tak perlu itu.
percayalah, suatu hari nanti, kau akan bahagia,
dengan atau tanpa aku,
yang hari ini begitu muskil untuk mengenyahkan pilumu yang menderu.

percayalah, semua akan baik-baik saja.
karena, aku mencintaimu seperti sebuah kematian:
sekali dan untuk selamanya.

AKU PINJAM NAMAMU
Selama ini, masalah-masalah kecil dan sepele itu mudah sekali memantik perseteruan kita, dalam diam kita masing-masing. Aku pikir, pertikaian tak berguna semacam itu akan membuat semua menjadi lebih baik dari pada sebelumnya. Sayangnya, tidak. Kita hanya akan mengulang hal bodoh yang sama, dan begitu seterusnya.

Aku rasa, kita mesti mengakhiri segala yang selalu kita doakan selama ini; tentang tumbuh-tua bersamamu, tentang rumah kecil serta kucing-kucing yang bermain di halamannya, bahkan tentang doa-doa yang mencoba untuk mengakali takdir, supaya kelak kamu selalu di sisiku sepanjang usia keabadian. Semua itu, biar diakhiri saja. Biar kelak hanya jadi yang kuingat dan membeku di masa lalu.

Terimakasih banyak untuk semestamu yang pernah kita reguk bersama. Terimakasih banyak untuk pernah selalu berada di sisiku.

Sekali lagi, terimakasih, dan maaf.

BANDUNG DAN ENGKAU
berkali-kali aku jatuh cinta pada kota ini
rona pagi dan hangat senjanya seperti senyummu, Gadis
uuuh, seperti senyummu yang selalu membuatku gila

hey Gadis, masihkah engkau ingat tentang semua
yang tersimpan di setiap sudut jalan kota ini?
tentang tawamu yang lepas atau tangismu yang sendu
saat itu kita sering berceloteh tentang hidup yang kadang tak ramah

hey Gadis, lihatlah Pasupati yang tinggi itu
kita pernah terjebak di antara sedan-sedan mengkilat
di atas motor tuaku, kita menikmati macet jalanan

bernyanyi bersama mengikuti lagu yang kau senandungkan
sudah lebih dari cukup kau memelukku
sungguh, sungguh, aku merimdukanmu

namun ternyata tak ada yang selamanya
dan perubahan itu justru abadi
seperti kota ini yang dulu berkabut
kini ingar-bingar oleh mereka, ah anjing!

sepertimu gadis
yang saat ini aku pikir tak mengenalmu lagi
dan aku tak sempat mengucapkan “selamat tinggal”
kepada kepergianmu yang dulu pernah kukenal

titip salam untuk gadis itu, wahai Perempuan
titip salam untuk dirimu yang dulu pernah kukenal
biar kukenang engkau

Atas ↑